Malam ini aku memesan 2 porsi sate ayam di tempat biasa. Sate yang sudah kubayar lunas itu akan kuambil satu setengah jam kemudian. "Mbak, jam 10 pi baru saya ambil pesananku," ucapku pada mbak penjual sate. Aku masih harus ke tempat cuci foto sebelum menyantap sate itu bersama kedua kakakku di rumah.
Sepulang dari tempat cuci foto akupun langsung ke tempat penjual sate. mengambil sate pesananku. Beberapa pembeli tampak sedang menunggu pesanan mereka. Si Mbak penjual sate dan suaminya juga tampak sibuk meracik pesanan pembeli. "Maaf satenya blum jadi," begitu kata si Mas penjual sate. Aih, kepalaku serasa mendidih. pesananku satu setengah jam lalu belum juga jadi. Padahal kulihat beberapa pembeli sate telah dilayani. Aku diam. Di dalam marah. Kemudian tanpa sepatah katapun kutinggalkan warung tersebut. Biarlah aku tak usah mengambil sate itu lagi. Tak apa rugi 12 ribu dari pada dibuat kecewa seperti ini. Beberapa minggu kedepan aku harus menahan keinginan dulu untuk membeli sate di warung mereka. Mereka telah mengecewakanku. Sepanjang jalan aku terus menggerutu.
Ketika telah lewat pukul sepuluh aku memberanikan diri ke tempat penjual sate itu lagi. Kali ini pikiranku telah jernih. Kejadian tadi tidak mungkin terjadi kalau aku tidak datang sebelum jam sepuluh. Mungkin si mbaknya akan segera membuatkan sate pesananku jam 10 tepat. Tak apalah. Aku berusaha berpikir positif.
Adek, ini satenya. saya mau antar kerumah. Tiba-tiba aja seorang pengendara bermotor mengucapkan kalimat itu sambil menghentikan laju kenderaannya tepat disampingku yang tengah berjalan menuju tempat penjual sate. Ah, ternyata si mbak penjual sate. Belum sempat aku mengeluarkan kalimat karena keherangan, si mbak kembali bersuara. Kali ini ia berulang kali mengucapkan permintaan maaf. Ia mengira aku marah dengan cara meninggalkan tempat jualannya secara diam-diam (memang tadi aku sempat marah, tapi sekarang tidak kok, batinku). Iapun bermaksud membawa sate pesananku ke rumah plus lontong sebagai permintaan maaf. Entah kenapa aku tiba-tiba terharu. Akupun melontarkan berbagai alasan bahwa sebenarnya tadi itu aku tidak marah. Bahwa aku berniat mengambil kembali pesananku dan memakannya di tempat jualan.
Terus-terang akulah yang paling tak enak hati. Untunglah sebagai penjual mereka benar-benar menerapkan sistem pembeli adalah raja. Ya. jadilah aku malam itu sebagai raja. Dan malam ini, ketika pembeli benar-benar dianggap raja, sate yang kucicipi begitu nikmat. Ajcip...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar