Minggu, 22 Juni 2008

Seharusnya tak Main Hati

Seharusnya sejak awal aku tak main hati. Melakoni drama yang kita pentaskan. Menghayati peran masing-masing.
Seharusnya sejak awal jangan kau yakinkan aku akan kesungguhanmu, agar rasa kehilangan tak pernah kudapati.
Seharusnya rasa memiliki itu tak pernah ada.
Agar tak ada yang terluka karena keputusan konyol itu, hingga kisah kita tetap menjadi misteri, bagi mereka.
Agar hubungan kita tetap abadi dalam bingkai pertemanan, bukankah tak ada mantan teman??
Bukankah pertemanan lebih abadi ?

Seharusnya engkau bisa mengakhiri dengan indah, seperti ketika engkau memulainya juga dengan indah.



Tamalanrea, 22 Juni 2008.
Selamat menjalani The Real Commitment, Di.

Kamis, 24 Januari 2008

Memiliki Kehilangan

Beberapa tulisan diblog ini berisikan cerita kesedihan dan kehilangan. Mungkin tidak terlalu mengharu biru seperti cerita kesedihan umumnya.

Siapapun dari kita pernah merasa kehilangan. Kita kehilangan orang yang kita sayangi. KIta kehilangan benda kesayangan dan lain-lainnya. Apapun itu , sesuatu hal yang pernah kita rasa memilikinya, ketika kita tidak lagi mendapatkannya, maka yang ada hanyalah kita "memiliki Kehilangan". Kita memang tetap memiliki, sesudah ia terlepas dari kita, tetapi yang kita miliki hanyalah kehilangannya.

Hidup dengan memiliki kehilangan tak mudah. Bayangan mereka tak pernah lepas dari ingatan kita. Kita tidak rela bila ia yang telah pergi begitu saja hilang dari ingatan kita. Bahkan benda-benda yang mengingatkannya tetap kita simpan. Kita tidak rela membuang semua benda-benda yang mengingatkan mereka. Kita berpikir jika membuang benda-benda yang berhubungan dengannya, maka memori tentang mereka akan hilang.

Padahal benda-benda itu bukanlah ia yang telah hilang. Ia yang telah pergi tidak akan kembali dalam wujud benda-benda itu. Ia tak akan kembali hanya dengan tetap memiliki benda-bendanya. Ia tidak akan hadir kembali. Ia tidak mungkin kita miliki kembali. Yang kita miliki saat ini adalah kehilangan. Kita memiliki kehilangan.

Tamalanrea, 25 Januari 2008
Ketika aku memiliki kehilangan.

Selasa, 22 Januari 2008

Sate malam ini begitu nikmat

Malam ini aku memesan 2 porsi sate ayam di tempat biasa. Sate yang sudah kubayar lunas itu akan kuambil satu setengah jam kemudian. "Mbak, jam 10 pi baru saya ambil pesananku," ucapku pada mbak penjual sate. Aku masih harus ke tempat cuci foto sebelum menyantap sate itu bersama kedua kakakku di rumah.

Sepulang dari tempat cuci foto akupun langsung ke tempat penjual sate. mengambil sate pesananku. Beberapa pembeli tampak sedang menunggu pesanan mereka. Si Mbak penjual sate dan suaminya juga tampak sibuk meracik pesanan pembeli. "Maaf satenya blum jadi," begitu kata si Mas penjual sate. Aih, kepalaku serasa mendidih. pesananku satu setengah jam lalu belum juga jadi. Padahal kulihat beberapa pembeli sate telah dilayani. Aku diam. Di dalam marah. Kemudian tanpa sepatah katapun kutinggalkan warung tersebut. Biarlah aku tak usah mengambil sate itu lagi. Tak apa rugi 12 ribu dari pada dibuat kecewa seperti ini. Beberapa minggu kedepan aku harus menahan keinginan dulu untuk membeli sate di warung mereka. Mereka telah mengecewakanku. Sepanjang jalan aku terus menggerutu.

Ketika telah lewat pukul sepuluh aku memberanikan diri ke tempat penjual sate itu lagi. Kali ini pikiranku telah jernih. Kejadian tadi tidak mungkin terjadi kalau aku tidak datang sebelum jam sepuluh. Mungkin si mbaknya akan segera membuatkan sate pesananku jam 10 tepat. Tak apalah. Aku berusaha berpikir positif.

Adek, ini satenya. saya mau antar kerumah. Tiba-tiba aja seorang pengendara bermotor mengucapkan kalimat itu sambil menghentikan laju kenderaannya tepat disampingku yang tengah berjalan menuju tempat penjual sate. Ah, ternyata si mbak penjual sate. Belum sempat aku mengeluarkan kalimat karena keherangan, si mbak kembali bersuara. Kali ini ia berulang kali mengucapkan permintaan maaf. Ia mengira aku marah dengan cara meninggalkan tempat jualannya secara diam-diam (memang tadi aku sempat marah, tapi sekarang tidak kok, batinku). Iapun bermaksud membawa sate pesananku ke rumah plus lontong sebagai permintaan maaf. Entah kenapa aku tiba-tiba terharu. Akupun melontarkan berbagai alasan bahwa sebenarnya tadi itu aku tidak marah. Bahwa aku berniat mengambil kembali pesananku dan memakannya di tempat jualan.

Terus-terang akulah yang paling tak enak hati. Untunglah sebagai penjual mereka benar-benar menerapkan sistem pembeli adalah raja. Ya. jadilah aku malam itu sebagai raja. Dan malam ini, ketika pembeli benar-benar dianggap raja, sate yang kucicipi begitu nikmat. Ajcip...

Minggu, 13 Januari 2008

Tahun Pengharapan

berharap tahun ini lebih baik dari tahun 2007 lalu. Itu saja.